Sejarah Istana Hinggap Sultan Siak di Pekanbaru
BUALBUAL.com - Rumah bersejarah merupakan sebuah rumah yang memiliki latar belakang cerita bersejarah dimulai pada saat berdirinya oleh orang yang membuatnya dan sampai pada akhirnya hal-hal yang terjadi pada rumah tersebut.
Jika dilihat dari sisi sejarah, rumah ini merupakan peninggalan bersejarah yaitu Rumah Inap Sultan dari Kerajaan Siak Sri Indrapura yaitu Sultan Siak XII. Rumah tersebut masih berdiri kokoh hingga sekarang, oleh karena itu peninggalan bersejarah ini memerlukan perawatan dan perlindungan yang maksimal dari Pemerintah Provinsi Riau.
SEJARAH ISTANA HINGGAP (INAP) SULTAN SIAK SRI INDRAPURA DI KAMPUNG BANDAR - SENAPELAN - PEKANBARU
Pada Masa Sultan Syarif Qasim XII
Rumah Inap Sultan Siak XII ini merupakan rumah bersejarah yang juga di sebut ISTANA HINGGAP (RUMAH INAP) SULTAN SYARIF QASIM RAJA SIAK KE XII, rumah ini berdiri pada Tahun 1929 yang dibangun oleh arsitektur dari Belanda yang mempunyai aliran model rumah Eropa dan Turki.
Sampai saat ini rumah tersebut masih berdiri kokoh, karena semua bangunannya terbuat dari beton dan semua yang ada pada bangunan rumah tersebut masih asli, mulai dari pintu, daun jendela serta teralis besi yang ada pada jendela rumah tersebut.
Rumah tersebut terletak di Jalan Senapelan Gang Pinggir, rumah ini dulunya adalah milik H. Zakaria yang pada zaman Kerajaan Siak dikenal sebagai Mufti Besar di Kesultanan Siak Sri Indrapura yang bergelar Datuk Kadhi H. Zakaria. Rumah ini merupakan rumah tempat bermalamnya Sultan Siak Ke XII apabila berkunjung ke Pekanbaru. Rumah ini berdiri diatas tanah dengan Luas 1557 m2 dengan luas bangunan seluruhnya 526 m2.
Sekarang rumah ini dimiliki oleh H. Syahril Rais, SH yang merupakan suami dari Hj. Nurlis Yahya yang merupakan cucu dari H. Zakaria pemilik rumah awal. Sekarang rumah tersebut hanya dihuni oleh H. Syahril Rais, SH.
Pada Masa Pra Kemerdekaan
Rumah ini pernah dijadikan tempat berkumpulnya dan tempat mengadakan rapat-rapat penting para pejuang yang ingin negeri ini lepas dari tangan penjajahan Belanda, para pejuang ini dipimpin oleh M. Amin (Ketua Serikat Dagang Islam) daerah Kampar (sewaktu itu adalah kota Pekanbaru termasuk juga daerah Kampar). Pasukan bawah tanah itu disebut sebagai Pasukan Jihad Fisabilillah (Tahun 1934 s/d 1939).
Tahun 1939 akhir rumah ini dilarang oleh Belanda untuk tempat berkumpul orang-orang Serikat Dagang Islam dan beberapa orang pengurusnya ditangkap dan ditahan dirumah ini. Keluarga Tuan Kadhi juga disuruh pindah oleh Belanda dan kemudian Tuan Kadhi pun pindah ke rumah mertua Tuan Kadhi ditepi Sungai Siak (sekarang rumah mertua Tuan Kadhi tersebut sudah diganti rugi oleh Pemko Pekanbaru dan sekarang rumah tersebut diberi nama oleh Pemko Pekanbaru dengan nama Rumah Singgah Tuan Kadhi).
Setelah rumah tersebut kosong, rumah tersebut dikuasai Belanda dan dijadikan markas Belanda, sejak saat itu Sultan Syarif Qasim tidak pernah lagi menginap di Pekanbaru. Kalau Sultan ke daerah Tapung, Sultan hanya singgah dirumah mertua Tuan Kadhi (Tuan Kadhi meninggal dunia tahun 1937 di Siak dan dikebumikan di Komplek Kuburan Istana Siak).
Rumah yang terletak di tepi Sungai Siak yang dinamai oleh Pemko Pekanbaru sebagai “Rumah Singgah Tuan Kadhi” menurut kami kurang tepat, karena rumah tersebut kepunyaan mertua Tuan Kadhi yang bernama H. NURDIN PUTIH seorang pedagang kaya yang berasal dari daerah Pangkalan Koto Baru.
Pada masa tersebut dikenal 3 (tiga) orang kaya yang disegani Belanda, yaitu :
- H. NURDIN PUTIH, pedagang asal Pangkalan Koto Baru yang merupakan mertua Tuan Kadhi (Tuan Kadhi sendiri berasal dari Kerajaan Panai daerah Labuhan Bilik Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara, beliau juga salah seorang pembesar di Kerajaan Panai.
- H. SULAIMAN, pedagang kaya asal Pakistan yang merupakan Ketua Pembangunan Mesjid Raya Pekanbaru, yang mana mesjid tersebut sudah direnovasi dan bentuknya tidak sama dengan yang aslinya seperti yang dapat dilihat dilapangan sampai dengan hari ini.
- H. MUHAMMAD DAUD, pedagang asal Arab yang kawin dengan orang Air Tiris Kabupaten Kampar, beliau seorang pedagang antar pulau di nusantara malaya.
Pada Tahun 1939, selain dijadikan markas Belanda, rumah ini juga pernah dijadikan rumah sakit Belanda sampai dengan Tahun 1942.
Tahun 1942 Jepang masuk, dirumah ini dan sekitarnya terjadi kontak senjata antara tentara Belanda dengan Jepang, semua tentara Belanda yang ada di rumah ini menjadi tawanan Jepang, akhirnya rumah ini juga dijadikan rumah tahanan oleh Jepang sampai dengan awal tahun 1945.
Ditahun 1945 Indonesia merdeka dan dirumah ini sempat dikibarkan bendera merah putih dihalaman rumah ini yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 13.00 wib dan paginya pada pukul 06.30 pada tanggal 18 Agustus 1945, bendera merah putih tersebut dipindahkan disekitar Taman Puskesmas (Jln. Ahmad Yani sekarang) semua itu dilakukan oleh tentara Peta yang dilatih oleh Jepang dibawah pimpinan ABDULLAH salah seorang putra Pangkalan kelahiran Pekanbaru dengan panggilan DULAH ANCO. Pada akhir tahun 1945 rumah ini kembali ditempati oleh pemiliknya yang bernama YAHYA ZAKARIA (anak tunggal KADHI ZAKARIA) sampai dengan tahun 1949.
Pada agresi Belanda ke II yaitu pada tahun 1949, rumah ini kembali ditinggalkan oleh Keluarga Yahya Zakaria dan mengungsi ke daerah Tapung (Pantai Cermin) dan pada saat itu rumah ini kosong dan dijadikan pos ex tentara Peta.
Tahun 1951 rumah ini kembali kepada pemiliknya dalam keadaan porak poranda, barang berharga, alat rumah tangga dan yang lainnya bekas peninggalan Tuan Kadhi Zakaria habis dijarah.
Pemilik rumah (H. Yahya Zakaria yang juga anak dari Tuan Kadhi Zakaria) tidak punya pekerjaan, penghasilan untuk kehidupannya adalah dari hasil sewa ruko di pasar bawah (pelabuhan Pelindo sekarang) sebanyak 17 ruko dan di pasar tengah (jalan Karet sekarang) sebanyak 12 ruko. Tanah kosong dan lahan ruko kepunyaannya tak kurang dari 2 ha disekitar Jalan Karet tersebut.
Dalam karir politiknya H. Yahya Zakaria sempat menjadi salah seorang pengurus Partai Masyumi dan menjadi anggota DPD (sekarang DPRD) pada zaman Gubernur Riau pertama yaitu Muhammad Amin yang pada saat itu berkedudukan di Tanjung Pinang.
Pada Tahun 1955 s/d 1956 rumah ini sering dijadikan tempat rapat oleh anggota DPD (sekarang DPRD) Kota Pekanbaru yaitu diantaranya :
- H. YAHYA ZAKARIA (Pemilik rumah)
- H. ABDULLAH HASAN (Ayah dari H. HERMAN ABDULLAH mantan Walikota Pekanbaru)
- H. MUHAMMAD YATIM D
- H. ABDUL HAMID YAHYA
- H. WAN GHALIB (Pemuka Masyarakat Riau)
- MUHAMMAD AMIN (Gubernur Riau pada saat itu)
Acara rapat pada saat itu adalah seputar usaha untuk memindahkan Ibukota Provinsi Riau dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru.
Sejak tahun 1951 rumah ini dihuni oleh Keluarga Besar H. YAHYA ZAKARIA sampai pada tahun 2012 berpindah kepemilikannya kepada menantu nya yaitu H. SYAHRIL RAIS, SH sampai dengan saat ini.
Ditulis oleh : H. SYAHRIL RAIS SH
Pemilik Rumah Inap atau Istana Hinggap Sultan Siak
Suami Cucu Tuan Kadi
Kalimat tidak diedit, hanya pemberian tanda baca seperlunya oleh kami RiauMagz.
Catatan Tambahan :
Di dalam Rumah Inap atau Istana Hinggap ini, pada ruang belakangnya masih terdapat 3 (tiga) buah tiang kayu seumur dengan bangunan rumah. Yang cukup uniknya adalah tiang kayu ini selalu basah, bahkan pada saat tertentu berair. Padahal posisi rumah ini berada pada ketinggian beberapa meter dari permukaan Sungai Siak. Akibat tiang yang selalu basah ini, maka cat pada tiang akan sering mengelupas. Terkadang airnya keluar justru dari bagian atas tiang.
Tiang ini telah diberi penutup semen pada bagian bawahnya sedangkan kayu pondasi tetap dibenam didalam tanah.
Terdapat juga sebuah radio tua, beberapa lemari tua dan buku-buku tua yang memberi nuansa rumah ini semakin bernilai sejarah bagi perkembangan dan sejarah Kota Pekanbaru.
Pak Syahril sebagai pemilik rumah sedang menawarkan rumah ini untuk dibeli oleh Pemerintah Kota Pekanbaru ataupun Pemerintah Provinsi Riau dengan harapan rumah ini dapat lebih terpelihara dan dapat dilihat oleh orang banyak yang ingin mengetahui sejarah Rumah Inap yang berhubungan dengan Sejarah Kota Pekanbaru.
Mufti Besar = Hakim Agung
Dalam Foto :
H. SYAHRIL RAIS, SH (bertopi putih, berkain sarung)
Ketua Umum Generasi Pesona Indonesia Pekanbaru @GenpiPku (berbaju batik)
Ketua Harian Generasi Pesona Indonesia Pekanbaru @GenpiPku (berbaju biru dibelakang)
Bujang Dara Pekanbaru 2018 (Fairus dan kawan-kawan)
Berita Lainnya
Pesan Terakhir Almarhum Syarwan Hamid Kepada Kadisbud Riau
Perguruan PPS Panca Daya Lampura Rayakan Hari Jadi ke-31
Menginjak Usia ke-19, Ini Harapan Ketua IWP Tanjungpinang
Struktur Kepengurusan IWO Mesuji Resmi Dibentuk Kembali
Tempo Doeloe, Orang ke Mekkah Berangkat dari Pelabuhan Tanjung Balai di Sebut Bom
PN Putuskan Nikita Mirzani Dibebaskan
Para Generasi Harus Tahu! Inilah Sejarah Asal Usul Bangsa Melayu
Bupati dan Kapolres Tubaba Jadi saksi Pernikahan Putri dari Ketua Pederasi Adat Megou Pak
Ketua Mujiyat Indra Kurniawan Serahkan SK Kepengurusan PIPTBB
Pemuda Pemudi Sukseskan Kegiatan HUT RI ke-77 Lingkungan I Kelurahan Tanjung Aman
HDCI Kepri-Batam Adakan Halal Bihalal Diawali Dengan Giat City Riding Untuk Sosialisasi Safety Riding
Pengurus DPC PJID Kabupaten Rohil Periode 2021-2024 Secara Resmi Dilantik