Pawai Obor Semarakkan Idul Fitri di Desa Penuba
Berbagai Tokoh Sambut Lis Darmansyah
Berdayakan Komunitas Anak Vespa, Yuk intip Budi Daya Maggot di Pelalawan

BUALBUAL.com - Komunitas Saudara Vespa Riau Kabupaten Pelalawan mengembangkan budi daya maggot sebagai respons atas pandemi Covid-19. Budi daya maggot diyakini bisa menjadi solusi atas berbagai masalah yang hadir di tengah masyarakat.
Diantaranya, adalah sebagai pengurai atau pemecah sampah organik sisa hasil produksi yang dihasilkan baik rumah tangga bahkan pabrik besar. Selain itu, limbah dari maggot itu, atau yang disebut casgot, juga bisa dimanfaatkan lagi menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman.
Guna mengenal lebih jauh bagaimana sebenarnya produksi atau budi daya maggot, Melihat lebih dekat ke lokasi maggot itu berkembang biak, mulai dari lalat yang dibiarkan bertelur hingga maggot yang siap dijual.
Adalah saat peresmian budi daya maggot yang dikembangkan oleh komunitas Vespa Saudara Riau, di Desa Makmur Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kamis (2/8/2021). Hadir saat peresmian budi daya maggot yang diberi nama Broeh Farm, Camat Pangkalan Kerinci, Dodi Asma Putra.
Susilo Sudarman selaku CEO Broeh Farm mengungkapkan, bahwa tercetusnya, budi daya maggot berawal di tahun 2020 lalu, saat terjadi pandemi Covid-19. Saat itu kegiatan komunitas Vespa Bersaudara stagnan dan tidak bisa berbuat apa. Di sinilah tercetus ide gila kawan-kawan tergabung komunitas Vespa ingin mendirikan usaha ini.
Budi daya, maggot Broeh Farm di hamparan lahan seluas setengah hektare lebih. Di lokasi lahan ini terdapat beberapa ruang yang fungsinya berbeda-beda menyesuaikan dengan prosesnya.
Susilo menjelaskan budi daya itu dimulai dari kumpulan black soldier fly (BSF) atau lalat tentara hitam yang sudah dimasukkan dalam satu ruangan khusus dengan jaring-jaring di sampingnya. Ruang itu tertutup rapat agar tidak ada lalat yang keluar.
Ruangan itu adalah tempat para lalat kawin dan menghasilkan telur hingga akhirnya mati. Tampak tempat lalat ini dibagi menjadi beberapa ruang terpisah-pisah menggunakan kelambu.
Tampak juga beberapa bagian ruang berfungsi ketika lalat dewasa saling bertemu dan kawin. Di ruangan itu disediakan daun pisang dan pelepah pisang yang sudah mengering. Di bawahnya sudah disiapkan kayu atau kotak yang berfungsi sebagai media lalat itu menaruh telurnya.
Menurut penuturan Susilo, setiap harinya, lalat-lalat itu hanya diberi minuman air bersih minimal sebanyak dua kali sehari. Dengan beberapa media yang sudah disiapkan tadi, lalat akan dibiarkan untuk tumbuh dan berkembang biak sendiri.
"Jika siklusnya itu lalat jantan akan mati setelah kawin. Sedangkan lalat betina akan mati juga setelah bertelur. Masa hidupnya dari bertahan paling dua minggu saja," kata Susilo.
Setelah selesai di ruang untuk lalat, telur yang telah dihasilkan tadi ada yang dibawa untuk dilakukan pembibitan. Telur lalat ini akan berubah menjadi maggot atau sejenis belatung.
Telur-telur tadi terlebih dulu dimasukkan dalam sebuah kotak-kotak untuk ditunggu untuk menetas. Setidaknya memerlukan waktu paling lama empat belas hari hingga telur menetas menjadi baby maggot.
"Baru setelah menjadi baby maggot diturunkan ke bawah atau dipindahkan ke tempat khusus lagi yang sudah disiapkan untuk produksi. Ya perlu maksimal sepuluh hari dari baby maggot sampai bisa turun ke bawah," ucapnya.
Selanjutnya maggot yang sudah di tempat tersendiri tadi, akan ditunggu sampai menjadi kupa atau maggot yang sudah tua. Dari kupa itu nanti tinggal menunggu sekitar 21 hari untuk akhirnya bisa menjadi lalat kembali. "Setidaknya perlu waktu 40-45 hari untuk produksi maggot, dari bertelur sampai bertelur lagi terus mati," cakapnya.
Telur dan maggot tadi yang katanya, memiliki nilai ekonomi tinggi di pasaran. Namun sejauh ini pihaknya masih menghasilkan ratusan kilogram dan belum dijual secara luas.
Disampaikannya, maggot cocok digunakan sebagai pakan ternak mulai dari ikan lele, nila, gurami, Cana Maru, patin serta ikan-ikan lainnya, begitu juga dengan ayam, itik, dan jenis unggas lainnya.
Terkait dengan bahan atau makanan maggot itu sendiri, Susilo menuturkan pihaknya memanfaatkan limbah-limbah sampah yang dikumpulkan dari berbagai pasar di Pangkalan Kerinci.
"Nanti bahan-bahan itu akan digiling dan diberi air panas sampai menjadi seperti bubur itu baru diberikan sebagai makanan maggot," paparnya.
Tidak sampai di situ saja, nantinya limbah hasil sisa makanan maggot itu akan diambil untuk diolah lagi. Nantinya limbah itu akan disaring untuk dijadikan sebagai pupuk alami yang terbukti baik bagi tanaman.
Sejauh ini, kata dia Broeh Farm sudah menyediakan sebanyak 300 wadah pengembangan biakkan maggot. Untuk setiap wadah nantinya bisa menghasilkan 15 kilogram maggot. Setiap wadah memiliki umur berbeda.
"Kita targetkan, nantinya, setiap bulan kita bisa produksi maggot 3 sampai 4 ton. Nilai untuk kilogram saat ini Rp 70 ribu," tandasnya.
Berita Lainnya
Dianggap Pelaksanaan Mubes IKROHIL Cacat Hukum, Aready Mundur Diri Dari Calon Ketua
LBH di Riau Sebutkan Gubri Syamsuar Langgar Hukum dan HAM Terkait Ancaman ASN Terlibat LGBT
Kepala Kejati Riau Menerima Audiensi dari Ikatan Keluarga Batak Riau
Sambu Group Menghibahkan Renovasi Kantor Koramil 06/Kateman
Damiri Sekjen LMP Lampura Sesali Hambatan Pengisian BBM Masih Terjadi
PW NU Riau Kembali Bergerak Sambangi Rumah Warga Kurang Mampu
Baznas Bersama PD IWO Inhil Salurkan Bantuan kepada Warga Penderita Katarak
Pemcam Mandau, Adakan Sosialisasi Pelatihan Fardu Kifayah (Memandikan Jenazah)
TP PKK Desa Jangkang Gelar Sosilasi Tentang KDRT, PKBN dan PAAR
Personel Gakkumdu Polres Inhu Gelar Patroli dan Imbauan Tolak Politik Uang
Ketua DPD IPK Inhu Beri Santunan bagi Ratusan Anak Yaktim dan Lansia
Yayasan HSA Bagikan Paket Sembako Bagi Warga Terdampak Banjir