Penghapusan Mandatory Spending Kesehatan Tidak Sejalan dengan UUD NRI 1945
BUALBUAL.com - Kesehatan setiap penduduk, merujuk Pasal 28 (H) ayat 1 UUD NRI 1945, menjadi tanggungjawab negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara layak. Karena itu penghapusan mandatory spending kesehatan dalam UU Kesehatan yang baru tidak sejalan dengan UUD NRI 1945.
Hal itu disampaikan Anggota MPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak saat menyampaikan sosialisasi empat pilar MPR di Gedung Serbaguna As-Salam, Jl. Soekarno - Hatta, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Minggu (23/7).
Dia pun mengajak sekitar 125 pemuda yang hadir dalam kegiatan itu untuk mengkritisi kebijakan sektor kesehatan, pasca lahirnya UU Kesehatan yang baru nanti, secara konstitusional dan cerdas.
Amin menjelaskan, mandatory spending atau alokasi anggaran untuk kesehatan adalah kewajiban pemerintah pusat maupun daerah untuk mengalokasikan anggaran untuk layanan kesehatan masyarakat.
"Sebelumnya, alokasi anggaran kesehatan ditetapkan minimal 5 persen. Fraksi PKS mengusulkan agar dinaikkan menjadi 10 persen dari APBN, lha ini kok malah dihapus. Ini namanya liberalisasi industri kesehatan," tegasnya.
Kesehatan adalah salah satu hak dasar bagi semua penduduk yang pemenuhannya menjadi tanggungjawab negara dan dijamin oleh konstitusi. UUD RI 1945 dalam pasal 28H ayat (1) dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
"Ayat ini jelas menegaskan bahwa kesehatan setiap penduduk menjadi tanggungjawab negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara layak," ujarnya.
Mengingat posisinya sebagai kebutuhan dasar inilah maka sektor kesehatan menjadi sektor yang diwajibkan untuk adanya alokasi anggaran dalam jumlah yang mencukupi dari anggaran negara atau adanya mandatory spending, selain kebutuhan dasar lain seperti pendidikan.
Penghilangan pasal tentang alokasi anggaran kesehatan tersebut juga tidak sesuai dengan amanah Deklarasi Abuja Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan TAP MP RI X/MPR/2001.
Menurut Wakil Rakyat dari Dapil Jatim IV itu, dihapusnya mandatory spending dalam UU Kesehatan berpotensi menurunkan upaya realisasi target prioritas stunting, perbaikan alat dan fasilitas kesehatan, serta kualitas pelayanan kesehatan.
Ia mengkhawatirkan program layanan kesehatan rakyat, baik di pusat maupun daerah sulit terlaksana secara baik dengan dalih keterbatasan anggaran.
Kebijakan tersebut akan memberatkan konsumen, karena biaya yang sebelumnya ditanggung oleh pemerintah ke depan akan dibebankan kepada masyarakat sebagai pengguna dari jasa kesehatan ini.
"Karena itu saya mendukung masyarakat untuk melaksanakan judicial review UU Kesehatan tahun 2023 ini. Bagaimana pun negara wajib memberikan layanan kesehatan yang layak bagi setiap warga negara," pungkasnya.
Berita Lainnya
Laboratorium Biomolekuler RSUD Arifin Achmad Telah Periksa 4.097 Spesimen
Warga Diminta Waspada! Kota Pekanbaru Sudah Masuk Zona Merah Corona
161 Peserta Ikuti Program Seleksi Magang Kerja Luar Negeri Disnakertrans Riau
Terkait Penyaluran BLT, Rahma: Pemimpin Harus Bijaksana Menentukan Sikap dan Keputusan
Pemkab Inhu Gelar Bimtek Master Plan Smart City, Bupati Rezita: Program Ini Merupakan upaya Inovatif
Danlantamal IV Sambut Kedatangan Endang Abdullah
Mimi Yuliani Nazir: Berikut Ini Sebaran 21 Kasus Baru PDP di Provinsi Riau
Bupati Inhu Resmi Lantik 306 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian (PPPK)
DPMD Gelar Sosialisasi Perbup Nomor 74 Tahun 2020 ke 100 Pemdes di Inhil Tahun 2022
BKKBN Riau Gelar Pertemuan Bahas Integrasi Pendampingan Perawatan Bagi Lansia
Salurkan Bantuan Bagi Penyandang Disabilitas, Bupati Kuansing: Untuk Menata Kehidupan Lebih Baik
Bupati Bengkalis Kasmarni, Hadiri Pelantikan Andika Putra Kenedi Sebagai Ketua DPD II KNPI Kab.Bengkalis